Cerita Persiapan Hari Pertama Ramadan di Rumah

April 03, 2022


Padatnya tugas kuliah dua minggu terakhir bikin Ramadan terasa tiba-tiba datang. Tiba-tiba saja semaraknya sudah terasa dimana-mana. Agak sedih karena merasa ketinggalan euforianya, tapi akhirnya saat bulan suci ini benar-benar tiba, rasanya hati bener-bener lega. Akhirnya ya, kita ketemu lagi.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ramadan selalu bikin satu rumah jadi heboh. Apalagi dua adikku, para bocil FF yang kayaknya bakalan naik lagi screen time nya karena bisa mabar abis sahur. Hedeh. Daripada keki bahas mereka yang teriak-teriak jam setengah empat pagi dengan berbagai istilah gaming yang bikin kakaknya pusing, mari kita bahas aja tradisi  keluargaku untuk mempersiapkan Ramadan setiap tahunnya.

Meskipun bulan ini adalah bulan dimana kita harus menahan diri dari hawa nafsu, minum, makan, nyatanya menu makanan justru jadi fokus utama kami semua selain ibadah. Lucu emang manusia, yang dicari sukanya yang nggak ada. Maka dari itu, dari jauh-jauh hari mbah kakung selaku kepala konsumsi keluarga sudah menargetkan apa-apa saja yang harus distok dan dibeli untuk menu sahur dan berbuka.

Tentu saja yang bikin ngelus dada adalah harga minyak goreng. Kalau dulu uang Rp50 ribu bisa untuk tiga sampai empat liter (tergantung merk), kini hanya bisa untuk membeli 2L minyak goreng. Begitu juga harga gula pasir sampai gas 3kg, semuanya naik. Kalau begini caranya, bukan cuma mengingat masa lalu aja yang bikin merasa bersalah, tapi juga pas makan gorengan jadi agak-agak bersalah ya, bun.

Singkat cerita, tibalah tanggal 1 April dimana sidang isbat akan dimulai. Selesai shalat Maghrib, Kakung udah stay tune di depan TV menonton siaran berita sidang isbat. Biar beliau nggak jomblo, yaudah aku nangkring di sebelahnya. Sambil menunggu sidang dimulai, kami menebak-nebak yang mana sih menteri agamanya yang sekarang.

Eh, akhirnya tebakanku benar. Sayangnya nggak dapet hadiah piring, apalagi kupon hadiah mobil.

Seperti yang kita tahu, hari pertama Ramadan jatuh di 3 April. Masih ada satu hari lagi untuk mempersiapkan hari Ramadan. Paginya, aku yang baru mengedit artikel yang akan naik di website tempatku magang dikejutkan dengan pertanyaan Ibu, "Sido ngeterke Ibuk po ra?" (Jadi nganter Ibu tidak?).

Ketahuilah saudara-saudara, kadang orang PHP itu bukan karena emang niatnya begitu, tapi karena lupa kalau pernah berjanji (eh, sama aja ya?). Tapi aku nggak PHP dong, karena aku langsung gas dan mengantar beliau ke dua tempat pagi itu.

Yang pertama, ke tempat penjahit bernama Mbak Iroh yang menjahit seragam sarimbit buat lebaran tahun ini dan kebetulan aku menjadi orang terakhir yang diukur (setelah berkali-kali mendapat ultimatum dari paduka ratu kalau bajuku nggak akan dijahit kalau nggak lek ndang ngukur). Pertama kali datang di rumah Mbak Iroh, aku jatuh cinta sama sudut ruangan rumahnya tempat ia menjahit sehari-hari. 

Rumah Mbak Iroh itu model rumah Joglo yang tinggi (rumah panggung atau apa ya jadinya penyebutannya) dengan ruang tamu yang luas karena gabung sama ruang keluarga dan tempat menjahit itu tadi. Tempat menjahit tersebut dihadapkan ke jendela, jadi sambil menjahit Mbak Iroh bisa melihat ke halaman tempat orang-orang dan ayam-ayam berlalu lalang. Nggak tahu kenapa, bayangan tersebut terasa sangat lovely. Kayaknya aku emang pengen deh punya ruang kerja pribadi yang ngadep jendela macam begitu, hihihi.

Okay, setelah selesai di tempat Mbak Iroh, kami pun bergegas ke pasar buat belanja bumbu-bumbu dan daging buat Kakung yang ingin sahur pake daging. Pasar yang baru direnovasi beberapa tahun lalu itu terlihat sangat ramai. Seru banget melihat semua orang beraktivitas dan ngobrol satu sama lain. Ada remaja seusiaku yang merangkul ibunya yang tengah terlibat tawar menawar sengit dengan tukang jual plastik, ada penjual yang ngobrol seru sama penjual lain, ada tukang sate yang suaranya menggelegar sampai ke ujung ruangan. Seru deh pokoknya. Apalagi setelah muter-muter sambil ngebawain kantong-kantong belanjaan, dapet hadiah 1 permintaan jajan pasar dari Ibu. Wihihi. Yaudah deh, aku minta dibeliin kue pukis buat bekal kerja kelompok siang hari nanti.

Setelah pulang ke rumah, Ibu langsung sibuk beberes bumbu dan dapur biar makin cakep dan ready untuk menyambut bulan puasa. Sementara, aku masih berkutat di depan laptop sampai Ashar dan kedua adikku renang untuk merayakan tradisi padusan. Malamnya, kita semua tarawih bareng di masjid meski hujan deras dan suara imamnya agak nggak kedengeran.

Meski begitu, persiapan Ramadan kali ini berjalan lancar dan menyenangkan. Semoga ibadah kami sekeluarga juga sama lancarnya dan penuh keberkahan. 

You Might Also Like

0 komentar