Sepertinya Kita Salah Acara
November 26, 2021
Jadi gini, di suatu hari pada bulan Ramadhan, setelah
ada info kalau surat keterangan lulus akan dibagikan, aku jadi mikir dong, “Hmm
kalau udah lulus terus ngapain ya?” terus aku melihat dompet dan makin
kepikiran, “Aduh, gimana ya biar lulus SMA dapet cuan sambil nunggu pengumuman
UTBK”
Di saat itulah aku mulai nanya-nanya gitu ke teman
seperjuangan, seperjuangan gabut dan sambat-sambat duniawi. Di-advice kanya
aku buat gabung di grup lowongan kerja di Telegram. Kalau nggak salah aku
gabungnya pagi-pagi gitu, scroll-scroll lihat lowongan, belum ada yang
cocok, terus aku tutup lagi deh. Eh, sorenya, ada chat masuk dari salah
satu anggota grup loker mania.
Permisi, mbaknya sedang mencari pekerjaan,
ya?
Sebenernya saya cari tujuan hidup, Mbak.
Singkat cerita setelah intro-intro ala ospek, mbak-mbak
tersebut ngirimin sebuah foto editan. Bukan foto editan anggota ibu-ibu senam community
yang penuh enerji itu bukan ya, tapi sebuah foto poster yang menimbulkan
harapan. Gimana nggak berharap, kalau foto di posternya itu kurang lebih begini
nih :
Seminar bisnis, bisa meraih 10jt per hari,
atau lebih.
Dilengkapi dengan foto-foto orang yang katanya dapet
jutaan per hari itu, dan testimoni-testimoni.
Jiwaku yang udah lama tidak mendapat pencerahan dan
edukasi tentang pengelolaan cuan kan agak-agak gimana, ya.
Ini seminarnya besok, mbak?, aku
mastiin lagi setelah lihat tanggal dan waktunya.
Iya mbak, kalau bisa ajak 3 orang teman, nanti
gratis. Tinggal sebut nama saya aja.
Dengan semangat mencari gratisan, aku menyebarkan foto
tadi ke status WA. Nggak lama, ada beberapa yang reply dengan antusiasme
yang kurang lebih sama. Nah, akhirnya aku berhasil menjaring tiga orang, si
Lia, Dewi, dan Lufi tadi. Kita pun langsung janjian berangkat bareng besok
paginya. Kebetulan rumahku sama Lia dan Lufi ini cukup dekat, jadi paginya
dengan semangat perjuangan cuanisme aku ketemuan sama dua orang itu, terus kita
bertiga berangkat sekalian ngejemput Dewi ke tempat seminar yang sebenarnya nggak
terlalu deket. Jadi effort nya cukup lumayan ya bun, udah bangun pagi, pas
puasa-puasa, harus dandan rapi, jaraknya jauh, lagi.
sebuah percakapan sebelum berangkat; sangat bersemangat ya gais |
Sampai disana, udah rame tuh venuenya. FYI, itu tempatnya kayak di restoran tapi kayak ada ruang khusus lesehan yang biasa buat rapat gitu. Nah disitu tuh tempat kejadian perkaranya. Sebenernya, dari awal mendarat di tempat parkir, sudah terasa sebuah kejanggalan.
“Lha ini kok kebanyakan pesertanya pada gamisan? Kan bukan
pengajian?”
Dari jauh emang udah keliatan banyak wanita-wanita bergamis
sementara kami rata-rata kaosan doang sama pakai jeans. Kan nggak
seragam dong, kisanak. Tapi karena udah nyampe sana ya udah lah kita gas aja. Dengan
langkah ragu tapi mau, kita pun ngedatengin meja pendaftaran dan nyebutin nama mbak-mbak
telegram, kita sebut aja Mbak Cici.
“Ohh, kalian yang dititip Mbak Cici, ya?” kata Mrs.
penjaga meja pendaftaran dengan nada bersemangat yang justru ngebikin aku makin
ngerasa nggak enak.
“Iya, bu.”
Udah selesai kan tuh daftarannya, terus kita masuk ke
ruangannya yang masih terlalu sepi. Sadar deh kita kalau nggak ada remaja lain
selain kita di ruangan itu, jadi meksipun ruangannya masih kosong banget, kita ambil
duduk di pojok belakang. Litereli pojok belakang banget udah kayak anak TK lagi
tarawih ngambil di pojokan biar bisa bisik-bisik sambil main rubik.
Layar proyektor dinyalakan, makin banyak orang
bergamis berdatangan dan salam-salaman cipika cipiki. Lufi di sebelahku udah
mulai nggak tenang nih, intinya mempertanyakan “Iki jane acara opo to”. Sebagai
orang yang sok inisiatif menggeret mereka bertiga kesitu, aku harus terlihat
tenang terkendali, dong. Jadi aku berkeyakinan aja kalau mungkin… peserta yang
seumuran kita emang belum dateng aja kali.
Eh beneran tapi, akhirnya ada entitas lain yang datang
pake celana jeans kayak kita. Tapi sayangnya…
Mereka bapak-bapak.
Iya, benar sekali, sampai ruangan penuh, peserta seminar
bisnis yang katanya eksklusif tersebut terdiri atas :
- 1. Ibu-ibu
- 2. Teman
dari ibu-ibu yang juga ibu-ibu sebenernya
- 3. Balita,
anak dari para ibu-ibu
- 4. Bapak-bapak
- 5. Empat
orang anak SMA yang tersesat
Akhirnya setelah menunggu lama tapi nggak selama menunggu
jodoh yang entah dimana (kok curhat), acara pun dimulai. Seorang ibu-ibu muda
yang kayaknya nggak mau dipanggil ibu-ibu tapi mbak-mbak menjadi pembawa acara.
Mulai deh tuh dikenalin nama komunitinya, siapa-siapa aja yang berhasil dapet
jutaan per hari diiringi dengan tepuk tangan meriah di setiap akhir kata “juta
rupiah”. Di titik ini kita masih semangat ya kan. Udah lah, yang penting cuan.
Apalagi si Lia di depan terlihat sangat serius gitu kan, jadi aku mulai tenang.
Setidaknya dapet ilmu.
Sampailah kita ke sesi macam-macam produk penjualan aka
produk yang bisa kita reseller kan biar akhirnya kita mendapatkan
uang. Si mbak-mbak MC membacakan pembukaan untuk sebuah slide berisi
gambar botol-botol coklat,
“Nah, ini ibu-ibu, produk unggulan kita. Untuk suaminya
yang saat sedang.. *tut tut tut*”
LAH KOK… JADI TAYANGAN BO alias BIMBINGAN ORANGTUA?
Kita berempat udah nggak kuat lagi, langsung ngakak sampai
bungkuk-bungkuk karena udah sadar banget kita salah habitat. Di sebelah
Lufi udah ketawa sambil berusaha narik-narik kardiganku, sedikit mencubit, yang
bikin aku tambah ngakak sampai sakit perut karena harus ditahan. FYI lagi, ini
ruangan udah penuh banget sampai sebenernya kita agak kegencet sama kumpulan
ibu-ibu yang kabar baiknya, terlihat serius dan nggak ada satupun yang ketawa
di sesi ini.
Karena emang kitanya aja yang aneh.
Nggak cukup disitu aja guys.. si MC terus pindah
ke slide presentasi selanjutnya yang menjelaskan soal sistem penjualan.
Pasti untuk kalian yang lebih dewasa dan berpikiran sirattal mustaqim alias
lebih lurus dan pintar daripada saya, udah tau dong ini sebenernya seminar
apaan?
Iya, ini MLM. Alias kaki-kaki. Dimana kita ngejual
barang ke ini, terus entar dijualin lagi biar kita dapet untungnya. Kita pun
dihujani brosur produk dan sebuah lembar tugas nih. Lembar tugasnya ya berupa
kaki-kaki tadi, kita disuruh milih paket produk mana yang mau kita jualin terus
rencana penjualan gitu.
Nah di sesi ini, aku udah lupa ya perkara cuan cuan
itu. Yang aku pikirin cuma : gimana caranya keluar darisini tanpa ditodong
pertanyaan sama ibu-ibu di pintu depan. Jadi boro-boro ngisi lembar tugas, yang
ada aku kepet-kepet pakai brosurnya sambil memandang resah kesana-sini..
nyari lubang yang bisa aku pake keluar tanpa ketahuan.
Apakah kita dibiarkan pasif dalam seminar bisnis get
10 juta perhari ini? Tidak semudah itu ferguso, karena mbak-mbak MC
memutuskan untuk mengunjungi meja per meja buat nge-cek dan make sure kalau
kita semua di ruangan itu membeli produknya.
Untungnya, peserta di meja depan antusias banget dan mengajukan
banyak pertanyaan yang ngebuat mbak-mbak itu (kita sebut aja Mbak Lili dah biar
gampang) nggak jadi-jadi ke meja kita.
Tapi sayang, emang apes banget, tiba-tiba ada nih
salah satu panitia yang bisik-bisik ke Mbak Lili yang setelahnya doi bilang
pake microphone, “Halo, siapa ya disini titipannya Mbak Cici? Empat orang
ya kayaknya?”
Disebut donggggg kita. Karena kejujuran adalah kunci kehidupan,
aku angkat tangan ya kan. Mbak Lili langsung ancang-ancang mendekat, sambil
tanya, “Mau pilih paket yang mana nih, Mbak?”
Sebelum dia bener-bener deket (yang untungnya ketahan
sama kerumunan ibu-ibu di tengah-tengah jalan jadi doi memutuskan buat stay di
tempatnya), aku langsung bilang dong,
“T-tapi kita ini masih SMA, Mbak…” dan sebenernya
kita pengen pulang..
Yang terjadi setelah itu adalah ibu-ibu di sekeliling
aku dan temen-temenku bergumam dan tersenyum penuh simpati, “Ooh.. masih SMA
ternyata.” Dipikirnya kita hebat kali ya karena udah dateng kesini, terlihat
niat, dan terlihat punya duit buat beli produk-produknya yang mahal banget.
Apakah kenyataan kalau kita anak SMA kurang kerjaan
yang pengen cuan membuat Mbak Lili maklum dan memutuskan untuk ngebiarin kita?
Tidak. Tentu saja tidak.
“OOOH justru bagus kalau anak SMA, kalian bisa pilih
paket pembalut organik dari kita. Pembalut kita lebih aman untuk teman-teman
kamu, Mbak. Coba sekarang mbaknya search merk pembalut yang berbahaya di
Indonesia,”
Dari semua hal di dunia ini, kenapa—
“Search apa, mbak?” tanyaku, takut salah denger.
“iya, coba cari daftar pembalut berbahaya di Indonesia,”
jawabnya provokatif.
“Sekarang bacakan,” sambungnya lagi.
Dan begitulah ges.. public speaking terakhir
yang aku lakuin sebagai seorang anak SMA adalah membacakan merk-merk pembalut yang
biasa kalian temui di warung dengan lantang di hadapan para ibu-ibu yang
mengelus dada dan juga bersyukur karena mereka sudah memakai pembalut organik.
Karena merasa udah salah kaprah banget, aku pun
akhirnya memutuskan untuk menggeret keluar teman-temanku untuk meninggalkan
acara. Meskipun tumpukan nasi kotak yang siap dibagikan sempat membuat kami
goyah, kami tetap melanjutkan pelarian. Hari itu ditutup dengan kami berempat
ngacir ke mall terdekat untuk menstabilkan kesehatan mental setelah
nyaris jadi sales pembalut.
Permohonan maaf dari kami berempat untuk Mbak Cici.
Semoga rezekinya lancar selalu ya, Mbak.
Oh ya, dan terimakasih buat kalian bertiga karena tetep
temenan sama aku dan mengajakku bermain meskipun terbukti idenya agak-agak
sesat. Namanya juga usaha. Laf yu ol. See you on top bestie. <3
0 komentar